Di saat Indonesia menaikkan PPN dari 11% ke 12% dan menambah jumlah kursi menteri jadi 48 menteri, Vietnam justru melakukan hal sebaliknya.
Vietnam resmi menurunkan PPN dari 10% ke 8%. Nggak cuma itu, negara komunis tersebut juga bakal ngadain reformasi pemerintahan, termasuk merampingkan kementerian dan lembaga negara. Kok, bisa?
Dilansir CNN Indonesia, Vietnam pengin ngatasin sebagian tumpang tindih kelembagaan dan meningkatkan efisiensi ekonomi negara. Makanya, mereka mau ada reformasi di badan pemerintahan.
Terus, gimana sama Indonesia? Apakah banyaknya kementerian kita bikin anggaran negara bengkak? Yuk, bahas santai bareng Tuwaga di sini.
💡Key Takeaways
- PPN dan Kementerian di Vietnam: Vietnam menurunkan PPN dari 10% ke 8% dan melakukan perampingan di tingkat kementerian dari 30 jadi 21 badan pemerintahan, demi menciptakan iklim bisnis dan investasi yang lebih menguntungkan kedepannya.
- PPN dan Kementerian di Indonesia: Sedangkan Indonesia, resmi menaikkan PPN dari 11% jadi 12% dan ada penambahan menteri sehingga menjadi 109 menteri.
- Efeknya ke Iklim Bisnis Indonesia: Investor cenderung kurang suka sama tarif PPN yang tinggi dan prosedur penanaman modal yang ribet. Soalnya bikin margin keuntungan nggak maksimal dan memakan waktu lama buat meluncurkan bisnis baru.
Ada Berapa Menteri di Indonesia?
Di era Prabowo-Gibran, Kabinet Merah Putih Periode 2024-2029 terdiri dari 48 menteri, 5 pejabat setingkat menteri, dan 56 wakil menteri. Totalnya ada 109 menteri di lingkup kepemimpinan pemerintahan. Susunan tersebut diatur dalam Perpres Nomor 139 Tahun 2024.
Fyi guys, jumlah menteri sekarang hampir 2x lipat lebih banyak daripada di era Kabinet Indonesia Maju Periode 2019-2024 yang terdiri dari 34 menteri, 8 pejabat setingkat menteri, dan 18 wakil menteri dan total 60 menteri, loh!😱
Pengamat kebijakan, Yanuar Nugroho, menilai banyaknya menteri nggak bikin efisien, justru eksekusi kebijakan bakal makin lama, dan bakal menyedot lebih banyak anggaran. Hmm…
Menurut Celios, perkiraan anggaran buat gaji, tunjangan, dan operasional menteri dan wakil menteri di era Prabowo bakal mencapai Rp777 miliar per tahun.
Meanwhile, di era Jokowi kemarin proyeksi anggaranya cuma Rp387,6 miliar per tahun. Jelas, struktur pemerintahan yang gemuk bikin APBN jadi bengkak.
Duh~
Jumlah Menteri di Vietnam dan Negara Lain
Kalau dengar dari negara tetangga yaitu Vietnam, mereka ngerasa struktur pemerintahan di tingkat kementerian di kabinet sebelumnya kurang efektif.
Makanya buat efisiensi, Vietnam berencana melakukan reformasi kelembagaan dengan merampingkan jajaran kementeriannya dari 30 jadi 21 badan pemerintahan. Harapannya bisa selesai pada April 2025, dengan begitu Vietnam bakal punya 13 kementerian, 4 lembaga setingkat menteri, dan 4 badan tambahan.
Begitu juga negara super power lain, jumlah menterinya pun lebih sedikit daripada Indonesia. Rusia misalnya, mereka punya 21 kementerian, Cina dengan 26 kementerian, dan Amerika Serikat punya 15 kementerian pada tahun 2024, seperti dikutip Tempo.
Tapi, Prabowo bilang kalau menugaskan 109 orang menteri di jajarannya itu keputusan tepat. Pertimbangannya, karena Indonesia punya jumlah penduduk terbanyak ke-4 di dunia. Dari segi luas wilayah, Indonesia hampir sama dengan Eropa Barat. Sehingga, dibutuhkan kementerian yang lebih detail atau fokus pada masing-masing bidang.
Jadi, Prabowo yakin kalau banyaknya menteri bukan masalah. Sepanjang nggak banyak ngadain konferensi, perjadin ke luar negeri, seminar, dan bener-bener manfaatin alokasi APBN.
Reformasi Birokrasi Vietnam, Strategi Tarik Investor
Reformasi pemerintahan di Vietnam nggak cuma berdampak positif ke pengeluaran negara, tapi juga penerimaan negara yang sumbernya dari investasi asing.
Mantan Direktur Institut Pusat Manajemen Ekonomi, Nguyen Dinh Cung, perampingan kementerian dan lembaga negara ini bakal memudahkan administrasi investasi. Proses pengambilan keputusan, prosedur penanaman modal, sampai biaya dan waktu buat bakal lebih efisien prosesnya.
Ditambah, PPN yang terjangkau di Vietnam bikin biaya produksi rendah, harga produk lebih murah, sehingga profit yang masuk ke investor bisa maksimal.
Berikut 10 strategi yang dimanfaatkan Vietnam buat menarik investor asing:
- Lokasi Strategis: Posisi Vietnam dekat dengan China dan berada di jalur perdagangan utama dunia.
- Pertumbuhan Ekonomi Pesat: Pertumbuhan ekonomi di Vietnam tiap tahun mencapai 5% hingga 7% tiap tahun.
- Pemerintah Stabil dan Mendukung Bisnis: Kebijakan yang dibikin pro-bisnis dan punya insentif menarik buat investor.
- Kemudahan Berbisnis: Prosedur investasi semakin efisien, apalagi ditambah adanya perampingan di struktur kementerian.
- Tenaga Kerja Produktif: Jumlah usia produktifnya besar.
- Infrastruktur yang Baik: Kawasan industri dan bisnisnya berkembang pesat.
- Investasi Asing yang Tinggi: Aliran investasi asing langsung (FDI) meningkat tiap tahunnya.
- Pasar Domestik yang Menjanjikan: Adanya pertumbuhan di kelas menengah, daya beli masyarakat yang meningkat, dan sektor jasa yang berkembang > 40% PDB.
- Perjanjian Perdagangan Bebas: Ada lebih dari 18 Perjanjian Perdagangan Bebas, bikin akses ke pasar jadi lebih luas di negara-negara di APAC, ASEAN, Eropa, dan lainnya.
- Hukum yang Kuat: Vietnam adalah anggota WTO, punya sistem hukum yang sangat mendukung bisnis investasi dan perlindungan kekayaan intelektual.
Dengan keuntungan tersebut, nggak heran kalau Vietnam jadi salah satu tujuan investasi utama di Asia Tenggara. Nah, Indonesia bisa banget belajar dari tetangga, kan.
Efek Struktur Kementerian yang Gemuk dan PPN 12%
Struktur birokrasi di tingkat kementerian yang gemuk nggak cuma bakal menyedot APBN lebih besar. Lebih luas, ini bisa jadi salah satu hambatan utama buat investor asing buat masuk ke Indonesia.
Alur prosedur investasi bisa jadi panjang, karena banyak “kepala” yang perlu dihubungi untuk membuat keputusan dalam proses penanaman modal.
Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) juga bilang, Indonesia adalah salah satu negara paling ketat dalam penanaman modal asing setelah Filipina.
Ditambah adanya kenaikan PPN menjadi 12% di Indonesia, dampaknya nggak cuma pada masyarakat, tapi juga melambatkan iklim investasi asing. Investor luar negeri kurang suka tarif PPN yang tinggi, sebab bakal ngaruh ke biaya produksi dan produknya dikhawatirkan kurang bisa bersaing dengan negara lain.
Tampaknya, kedepannya pemerintah perlu memikirkan untuk evaluasi ulang jumlah kementerian agar tercipta efisiensi anggaran tanpa memberatkan masyarakat lewat berbagai pungutan pajak. Jika tidak memungkinkan, maka pemerintah perlu terobosan baru untuk mengurangi beban pengeluaran masyarakat dalam jangka panjang.
Indonesia Perlu Fokus pada Efisiensi Pemerintahan
Jumlah menteri di Indonesia yang mencapai 109 kursi memang menjadi salah satu yang terbesar di dunia, tapi apakah ini benar-benar efektif? Jika dibandingkan dengan Vietnam yang memilih efisiensi dengan merampingkan kementeriannya, jelas terlihat bahwa struktur yang lebih sederhana dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan menarik lebih banyak investor asing.
Indonesia bisa belajar untuk tidak hanya fokus pada besarnya struktur, tetapi juga pada efisiensi dan dampaknya terhadap daya saing ekonomi.
Yuk, belajar lebih jauh tentang strategi keuangan dan investasi yang cerdas di Tuwaga, platform edukasi keuangan terpercaya. Ayo mulai sekarang dan tingkatkan pengetahuan finansialmu!