Pasti kamu udah lihat videonya, kan? Menteri Keuangan Sri Mulyani bilang kalau tarif PPN 12% yang bakal berlaku mulai Januari 2025 itu masih rendah dibandingkan negara lain. Banyak yang langsung heboh, “Lah, kok dibilang rendah? Padahal kita udah lumayan berat nih bayarnya!”🫠
Jadi, sebenarnya gimana sih? Bener nggak kalau tarif pajak kita lebih ringan dibanding negara lain? Dan apa dampaknya buat kita? Yuk, kita bahas dengan gaya santai biar nggak pusing.
💡Key takeaways:
- Tarif PPN Naik, Tapi Pendapatan Masih Rendah: Indonesia punya salah satu tarif PPN tertinggi di Asia Tenggara, tapi GDP per kapita kita masih rendah. Akibatnya, kenaikan ini lebih berat buat masyarakat dibanding negara lain.
- Transparansi Itu Penting: Kenaikan PPN harus dibarengi pengelolaan anggaran yang transparan. Kalau uang pajak dipakai buat infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan, masyarakat pasti lebih rela bayar pajak.
- Atur Keuangan Lebih Bijak: Dengan kenaikan PPN, harga barang pasti naik. Manfaatkan promo atau diskon dari produk keuangan seperti kartu kredit atau dompet digital untuk meringankan pengeluaran.
Apa Itu PPN dan Kenapa Naik Jadi 12%?
PPN atau Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang kita bayar saat beli barang atau jasa. Mulai 2025, tarifnya bakal naik dari 11% ke 12%. Tapi jangan panik dulu, nggak semua barang dan jasa kena pajak ini kok!
Barang dan jasa yang bebas PPN:
- Kebutuhan pokok: Beras, daging, telur, dan susu.
- Layanan penting: Pendidikan, kesehatan, dan asuransi.
Ada juga insentif pajak untuk sektor tertentu:
- Diskon pajak hingga 50% buat listrik.
- Pajak lebih ringan untuk pekerja di sektor padat karya yang gajinya dibawah Rp10 juta.
Barang lain gimana?
Beberapa barang seperti tepung terigu dan minyak goreng masih kena PPN 11%. Jadi, naiknya tarif nggak langsung bikin semua harga barang ikut melonjak.
Sri Mulyani: “PPN Kita Masih Lebih Rendah dari Negara Lain”
Di videonya, Sri Mulyani membandingkan tarif PPN Indonesia yang 12% dengan negara-negara lain:
- Brasil: 17%.
- India: 18%.
- Turki: 20%.
- Afrika Selatan: 15%.
Dibandingkan mereka, memang tarif kita lebih kecil. Tapi, masalahnya bukan cuma di tarif, melainkan daya beli masyarakat. Pendapatan rata-rata orang Indonesia jauh lebih kecil dibanding negara-negara tadi. Nggak usah jauh-jauh deh, coba kita bandingin PPN di Indonesia sama negara tetangga di ASEAN dulu:
- Singapura: PPN 8-9%, GDP per kapita 91.000 USD.
- Indonesia: PPN 12%, GDP per kapita 4.500 USD.
Bedanya jauh banget, kan? Buat negara dengan pendapatan tinggi kayak Singapura, bayar pajak segitu mungkin nggak kerasa. Tapi buat kita? Rasanya lumayan berat!🥵
Apa Dampaknya Buat Kita?
Kenaikan PPN ini pasti bakal bikin harga barang lebih mahal. Contohnya:
- Laptop seharga Rp5 juta:
- PPN 11% = Rp550.000.
- PPN 12% = Rp600.000.
- Selisih: Rp50.000.
- Snack Rp10.000/kg:
- PPN 11% = Rp11.100.
- PPN 12% = Rp11.200.
- Selisih: Rp100/kg.
Naiknya memang terlihat kecil, tapi kalau dikumpulin untuk kebutuhan sehari-hari, ini bisa jadi beban besar, apalagi buat masyarakat berpenghasilan rendah. Pasti kamu juga nggak asing kan sama narasi “kenaikan 1% tapi rasanya kayak 9%!”, karena memang secara perhitungan, naiknya nggak sesimple itu guys~
PPN 12%, Berat atau Masih Wajar?
Kenaikan PPN jadi 12% ini nggak bisa dihindari. Meski disebut lebih rendah dari negara lain, daya beli masyarakat Indonesia yang masih rendah bikin kenaikan ini terasa berat. Solusinya? Kita harus lebih bijak dalam mengatur pengeluaran dan memanfaatkan peluang finansial yang ada.
Mau belajar lebih banyak tentang cara atur keuangan di tengah kebijakan pajak ini? Yuk, kunjungi Tuwaga! Di sini, kamu bisa dapetin info lengkap soal edukasi finansial yang bikin hidupmu lebih gampang dan terarah. Jangan biarkan kenaikan pajak bikin dompetmu makin tipis, atur semuanya dengan cerdas!🤩