Punya tanah itu ibarat punya “harta karun” yang nilainya hampir selalu naik. Tapi, nggak semua tanah di Indonesia sudah punya sertifikat resmi seperti SHM (Sertifikat Hak Milik) atau SHGB (Sertifikat Hak Guna Bangunan). Nah, bukti kepemilikan tanah selain sertifikat adalah berbagai dokumen sah yang bisa dipakai sebagai pegangan awal untuk menunjukkan bahwa tanah itu punya kamu—meski kekuatannya di mata hukum nggak sekuat sertifikat.
Kalau mau beli tanah, apalagi di daerah, tahu jenis-jenis dokumen ini adalah langkah awal biar nggak kena masalah di kemudian hari.
💡 Jadi, Poinnya…
- Kenali Semua Dokumen Non-Sertifikat: Mulai dari girik, surat hijau, sampai pipil tanah—pahami fungsinya biar nggak salah langkah saat beli tanah.
- Legalitas Adalah Kunci: Walau dokumen non-sertifikat bisa jadi bukti awal, status hukumnya lemah. Sertifikasi di BPN adalah langkah wajib.
- Siapkan Strategi Keuangan: Beli tanah bukan cuma soal harga beli—hitung juga biaya sertifikasi, pajak, dan administrasi.
1. Girik

Kalau kamu sering dengar istilah “tanah girik”, ini maksudnya tanah yang bukti kepemilikannya cuma berupa surat girik.
Awalnya, girik itu cuma dokumen untuk keperluan pajak. Tapi di masyarakat, sering dianggap sebagai bukti kepemilikan. Biasanya, tanah girik didapat dari warisan atau jual-beli.
Kalau punya tanah girik, kamu tetap wajib bayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) setiap tahun. Tapi, biar aman, girik sebaiknya dikonversi jadi sertifikat resmi lewat Badan Pertanahan Nasional (BPN).
2. Surat Hijau

Namanya unik, tapi bukan artinya tanahnya warna hijau, ya. Biasanya, surat hijau dikeluarkan oleh pemerintah daerah untuk wilayah yang belum punya sistem pendaftaran tanah yang lengkap.
Fungsinya mirip girik, yaitu bukti awal kepemilikan. Cocok kalau kamu mau mulai proses sertifikasi, tapi jangan langsung transaksi tanpa cek legalitasnya.
3. Rincik
Rincik adalah dokumen administrasi tradisional yang memuat informasi detail pemilik, batas tanah, dan hak yang melekat.
Meski nggak sekuat sertifikat, rincik sering dipakai di daerah yang sistem pendaftaran tanahnya belum modern. Kalau mau aman, jadikan rincik ini bukti awal untuk mengurus sertifikat.
4. Petok D
Dulu, sebelum UUPA berlaku, Petok D punya kekuatan hukum yang mirip sertifikat. Setelah UUPA keluar, Petok D berubah fungsi jadi bukti pembayaran pajak bumi dan bangunan.
Kalau kamu punya Petok D, itu bisa jadi dokumen penting saat mengurus sertifikat di BPN.
Baca Juga: Daftar Biaya Pecah Sertifikat Tanah dan Balik Nama 2025, Lengkap Banget!
5. Letter C

Letter C adalah dokumen peninggalan zaman kolonial yang dibuat oleh perangkat desa. Isinya catatan pajak dan identitas tanah.
Masalahnya, status hukumnya lemah, dan yang dipegang pemilik cuma kutipannya, dokumen aslinya disimpan di kantor desa. Jadi, kalau mau beli tanah dengan bukti Letter C, pastikan cek salinannya ke pihak desa.
6. Eigendom Verponding

Di masa kolonial Belanda, hak kepemilikan tanah dikenal sebagai eigendom, salah satunya eigendom verponding. Ini adalah bukti kepemilikan berupa surat tagihan pajak (sekarang mirip SPPT-PBB).
Kalau tanah dengan status ini masih tercatat atas nama kamu, bisa banget dikonversi jadi SHM lewat proses resmi di BPN.
7. Pipil Tanah
Pipil tanah ini populer di Bali, dan awalnya hanya bukti pembayaran pajak tanah. Tapi lama-lama dianggap juga sebagai bukti kepemilikan.
Kalau mau aman, pipil tanah sebaiknya juga diurus sertifikatnya supaya status hukumnya kuat.
Kenapa Penting Tahu Jenis Bukti Kepemilikan Tanah Selain Sertifikat?
Beli tanah tanpa tahu dokumennya sama aja kayak beli mobil tanpa cek BPKB dan STNK, risikonya besar.
Kalau dokumennya bukan sertifikat, artinya kamu harus siap keluar biaya tambahan untuk proses sertifikasi. Proses ini bisa memakan waktu dan uang, apalagi kalau ada masalah sengketa.
Makanya, penting banget sebelum beli tanah, kamu lakukan hal-hal ini:
- Cek dokumen ke kantor desa atau kelurahan.
- Konsultasi ke BPN untuk pastikan status tanah.
- Siapkan dana cadangan untuk biaya sertifikasi dan administrasi.
Tips Ngatur Keuangan Buat Beli atau Sertifikasi Tanah
Nah, ini bagian yang sering dilupain. Banyak orang fokus ke harga tanah, tapi lupa siapin dana tambahan untuk pengurusan dokumen. Kalau kamu anak muda yang pengen punya tanah tapi modalnya belum cukup, ada beberapa cara pintar buat menyiapkan dana:
- Buka tabungan khusus properti. Pisahkan rekening supaya nggak kepakai buat belanja harian.
- Pakai deposito yang cocok buat kamu yang punya dana nganggur dan pengen bunga lebih besar daripada tabungan biasa.
- Manfaatkan KPR! Nggak cuma buat rumah, beberapa bank juga kasih KPR untuk pembelian tanah kavling.
- Pertimbangkan KTA atau kredit multiguna sebagai solusi kalau ada kebutuhan mendadak buat pelunasan atau biaya sertifikasi.
Pastikan Tetap Konversi ke Sertifikat Resmi
Bukti kepemilikan tanah selain sertifikat memang ada, mulai dari girik, surat hijau, sampai pipil tanah. Tapi ingat, status hukumnya nggak sekuat sertifikat resmi. Kalau mau transaksi aman dan nilai investasimu terlindungi, konversi dokumen itu jadi sertifikat di BPN adalah langkah wajib.
Jadi, jangan cuma tergiur harga murah. Perhatikan juga legalitas dokumennya, siapkan dana untuk proses sertifikasi, dan kelola keuanganmu dengan bijak.
Ingat, tanah bukan cuma properti, tapi aset jangka panjang yang bisa diwariskan. Kalau kamu mau mulai nabung atau butuh bantuan pendanaan untuk beli atau mengurus sertifikat tanah, Tuwaga siap bantu lewat berbagai produk finansial yang aman dan praktis!
Mau cari informasi lengkap tentang produk finansial seperti KPR, KTA, deposito, sampai dana tunai properti & kendaraan? Atau mau dapetin promo dan diskon menarik di merchant favorit? Tuwaga jawabannya! Yuk, cek Tuwaga sekarang dan wujudkan impian punya aset dengan langkah aman dan terencana!