Di Juni 2025 kita kembali dikejutkan dengan berita mengenai konflik Israel dan Iran, seperti diketahui peristiwa ini diawali dengan serangan udara Israel ke fasilitas nuklir Iran diikuti pembalasan rudal dari Iran.
Beritakan Kontan, harga minyak dunia ikut melonjak lebih dari 2% pada Selasa (17/6) pagi waktu Asia.
Hal dipicu oleh meningkatnya ketegangan antara Iran dan Israel, terutama setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang menyerukan “semua orang” untuk meninggalkan ibu kota Iran, Tehran lantaran adanya serangan lanjutan dari Israel.
💡 Key Takeaways
- Energi = Inflasi Seketika: Kenaikan harga minyak dari konflik bisa langsung bikin harga barang dan jasa naik—mulai dari perjalanan sampai biaya kulakan harian.
- Likuiditas & Investasi Harus Siap Darurat: Punya dana darurat di instrumen yang aman (tabungan atau deposito) penting banget supaya gak perlu panik saat uang mendadak dibutuhkan.
- Awasi Kebijakan Pemerintah & BI: Kebijakan subsidi, suku bunga, dan nilai tukar bisa berubah cepat—baca laporan ekonomi, artikel finansial, atau info ekonomi dari Tuwaga buat paham langkah selanjutnya.
Kenapa Harga Minyak Melambung Saat Perang Israel & Iran Memanas?
1. Risiko Gangguan Pasokan via Selat Hormuz
Iran pernah mengancam menutup jalur ini jalur transit minyak dunia. Jika benar terjadi, harga bisa langsung di atas US$100–120 per barel. Berdasarkan artikel dari Financial Times, Goldman Sachs bahkan memprediksi harga bisa tembus US$100 jika kondisi memburuk.
Dan hal yang juga tidak boleh dilupakan adalah, perang kali Ini bukan perang lempar roket biasa fasilitas minyak dan gas di Iran diserang langsung.
Menurut Andrew Lipow dari Lipow Oil Associates, “Ini pertama kalinya fasilitas produksi dan depot diserang secara nyata. Jika hal itu benar terjadi, maka masalah pasokan minyak jadi taruhannya.“
2. Spekulasi & Safe Haven
Konflik ini bikin pasar panik, investor lari ke aset aman seperti emas dan dollar AS, sementara aset risiko termasuk saham tertekan.
Tapi sebetulnya, jika kamu pernah lihat harga minyak tiba-tiba melonjak padahal belum ada fasilitas yang rusak total, besar kemungkinan itu karena faktor spekulasi pasar. Dalam dunia finansial, banyak investor besar (kayak hedge fund atau bank investasi) nggak cuma duduk manis nunggu laporan resmi.
Mereka ikut “berjudi” berdasarkan asumsi dan prediksi: kalau situasi bakal makin parah, mereka buru-buru membeli instrumen derivatif jenis kontrak minyak lebih banyak dengan harapan bisa dijual lebih mahal nanti. Inilah yang bikin harga minyak bisa meroket walaupun baru saja terjadi peperangan.
Lalu ada juga istilah safe haven, atau tempat aman buat ‘nyimpen uang’ di tengah krisis. Pas pasar saham gonjang-ganjing karena perang, banyak investor langsung kabur ke instrumen yang dianggap lebih aman kayak emas, dolar AS, atau minyak mentah. Yup, minyak juga bisa dianggap safe haven dalam konteks tertentu, karena harganya justru naik saat ketegangan geopolitik terjadi.
Jadi walau secara fisik belum ada yang benar-benar rusak, ekspektasi, ketakutan, dan strategi investor itu sendiri yang ngebakar harga minyak. Ini bukan soal realita lapangan aja, tapi juga soal psikologi pasar, tapi yang kena imbas akhirnya ya kita juga karena pada akhirnya harga BBM bisa ikut-ikutan naik.
3. Bank Sentral Bisa Kewalahan Jaga Inflasi
Naiknya harga energi bikin tekanan inflasi naik, tapi bank sentral seperti di AS, Inggris, Australia jadi sulit menurunkan suku bunga. Mereka khawatir pemotongan suku bunga malah memperparah inflasi di negara mereka.
Apa Kabar Sama Indonesia?
- Subsidi BBM membengkak: Harga minyak global di atas US$100 per barel bikin anggaran subsidi kita tekan. Misalnya, Syafruddin Karimi (Andalas University) mengatakan bahwa, subsidi bisa semakin membesar, defisit transaksi berjalan meningkat, dan pemerintah harus pilih antara menaikkan harga atau mengorbankan belanja pembangunan.
- Inflasi makin tinggi: Kalau ternyata subsidi yang dicabut atau dikurangi lantaran imbas kenaikan harga minyak, rakyat merasakan kenaikan langsung di SPBU, dan hal itu akan memicu kenaikan harga barang dan jasa di berbagai hal.
- Rupiah tertekan: Imbas kenaikan impor minyak, cadangan devisa tergerus dan rupiah bisa melemah, karena investor khawatir fiskal jadi tak stabil .
Kenapa Kamu Harus Peduli?
- Kenaikan bensin dan subsidi BBM langsung terasa di kantong kita—sekali minyak naik, harga kebutuhan sehari-hari ikut naik juga.
- Kebijakan suku bunga dan subsidi bisa berubah. Di Australia mereka menunda cut rate, di Indonesia bisa dipaksa rebalancing anggaran.
- Nilai tukar rupiah bisa kurang stabil, bikin biaya impor mahal, termasuk bahan baku industri dan barang konsumsi.
Konflik Iran–Israel bukan sekadar isu geopolitik; dia berdampak nyata ke dompet kita lewat harga minyak global. Eskalasi konflik bisa memicu inflasi, tekanan subsidi, dan kebijakan moneter yang ketat.
Buat kamu, ini artinya: bijak mengelola pengeluaran, siap-siap menghadapi fluktuasi harga, dan awasi kebijakan pemerintah dan bank sentral. Dunia memang saling terhubung—apa yang terjadi jauh di Timur Tengah, bisa bikin pulsa bensin naik di SPBU dekat rumah.
Jangan Biarkan Konflik Jauh Bergema di Dompetmu 💡
Konflik Iran–Israel bukan sekadar headline TV—itu punya dampak langsung ke harga minyak, inflasi, dan kebijakan ekonomi yang bakal masuk ke dompet kita. Mau punya proteksi finansial real time? Yuk, cek platform Tuwaga! Kamu bisa:
- Explore lengkap berbagai produk finansial: kartu kredit, savings, KTA, deposito, dana tunai properti & kendaraan
- Baca artikel untuk insights finansial segar setiap hari
- Apply langsung produk keuangan terbaik di Tuwaga—semua bisa dari genggaman handphone!
Tenang, margin tetap alias nggak naik-turun… Karena Tuwaga ingin bantu kamu punya rumah second, cicilan aman, dan keuangan tetap stabil tanpa ribet!