Tentunya kamu sering mendengar atau membaca berita-berita seputar pelemahan mata uang Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (USD), dan sudah tahukah kamu seputar apa yang menjadi penyebab Rupiah melemah?
Paul R. Krugman dan Maurice Obstfeld dalam bukunya yang berjudul “International Economics” menjelaskan bahwa nilai tukar mata uang suatu negara ditentukan oleh permintaan dan penawaran di pasar valuta asing (forex).
Jika permintaan terhadap Dolar Amerika Serikat (AS) meningkat sementara penawaran rupiah melimpah, tentu nilai rupiah akan cenderung melemah. Intinya, sama saja seperti hukum pasar.
Teori ini pun kerap disebut sebagai “teori permintaan dan penawaran mata uang” (Currency Supply and Demand Theory).
Tapi, nggak cuma itu! Masih ada beberapa faktor lain yang bikin Rupiah bisa loyo di hadapan mata uang asing. Yuk, kita bahas bareng! 🚀
💡Key Takeaways:
- Supply & Demand Mata Uang: Nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS ditentukan oleh permintaan dan penawaran di pasar valuta asing.
- Kebijakan Bank Sentral Amerika Serikat (The Federal Reserve): Kenaikan suku bunga oleh The Fed sebagai respons terhadap inflasi di AS dapat menarik aliran modal global ke negara maju, menyebabkan pelemahan mata uang negara berkembang seperti Rupiah.
- Kebijakan Bank Indonesia (BI): BI berperan penting dalam menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah melalui kebijakan moneter, seperti menaikkan atau menurunkan suku bunga acuan.
Kebijakan Bank Sentral AS & inflasi
Federal Reserve (The Fed), bank sentral AS, punya peran penting dalam menentukan arah kebijakan moneter global. Kebijakan The Fed dalam mengerek atau menurunkan suku bunganya tentu menjadi sebuah langkah untuk merespons kondisi ekonomi domestik AS.
Ketika inflasi naik dan tak terkendali, maka The Fed akan menaikkan suku bunganya. Hal ini pun berdampak pada aliran modal global.
Wajar saja, kenaikan sebuah suku bunga akan diikuti dengan naiknya besaran imbal hasil dari instrumen keuangan seperti deposito dan bunga kredit. Investor pun mencari imbal hasil yang lebih tinggi dan ketika fenomena ini terjadi, maka mereka pun meninggalkan aset-aset di negara berkembang untuk beralih ke aset-aset di negara maju.
Alhasil dana yang ada di negara berkembang akan berpindah dan mata uang negara berkembang seperti Rupiah akan mengalami pelemahan.
Seperti diketahui, inflasi merupakan indikator penting dalam perekonomian yang mempengaruhi daya beli masyarakat dan stabilitas harga.
Kebijakan Bank Indonesia
Bank Indonesia (BI) juga memiliki peran krusial dalam menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah lewat sejumlah instrumen kebijakan moneter.
Satu hal yang bisa dilakukan BI untuk memperkuat nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS adalah dengan menaikkan suku bunga acuan.
Pada Januari 2025, BI secara tak terduga menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 5,75%, penurunan pertama sejak September 2024.
Keputusan ini diambil meskipun terjadi pelemahan nilai tukar rupiah, dengan tujuan menggenjot pertumbuhan ekonomi yang melambat akibat penurunan ekspor, konsumsi, dan investasi swasta.
Namun, langkah ini menyebabkan rupiah mencapai level terendah dalam enam bulan, menimbulkan kekhawatiran tentang stabilitas mata uang di tengah ketidakpastian global.
Apa yang Bisa Kita Lakukan?
Pelemahan Rupiah memang bisa bikin ekonomi jadi lebih menantang, tapi bukan berarti kita nggak bisa siap-siap. Diversifikasi aset, paham instrumen keuangan, dan memahami kondisi ekonomi global bisa bantu kita lebih bijak dalam mengelola keuangan.
Mau tahu lebih banyak tentang strategi finansial yang pas buat kondisi seperti ini? Cek Tuwaga sekarang! 🔥
Di Tuwaga, kamu bisa cari informasi lengkap soal kartu kredit, tabungan, KTA, deposito, dan multiguna. Plus, banyak artikel insight finansial yang bisa bantu kamu makin cerdas dalam mengelola uang! 🚀💰
📌 Jangan cuma khawatir soal Rupiah melemah, waktunya ambil langkah yang lebih cerdas!