Mulai tahun 2025 dan seterusnya, beban pengeluaran masyarakat Indonesia bakal makin banyak. Selain iuran BPJS Kesehatan dan asuransi wajib kendaraan, baru-baru ini pemerintah menetapkan pajak opsen buat kendaraan bermotor.
Kenaikan pajak atau iuran jadi salah satu upaya pemerintah buat bayar program dan utang. Kamu pasti mikir, kenapa negara nggak cetak uang banyak aja buat bayar utang?🤔
Nah, kamu bisa temukan jawabannya di artikel Tuwaga kali ini. Yuk, simak sampai habis.
💡Key Takeaways:
- Utang Negara Numpuk: Mencapai Rp8.000 triliun per Oktober 2024 utang yang ditinggalkan periode Presiden Joko Widodo. Imbasnya, kenaikan pajak baru di era Presiden Prabowo.
- Cetak Uang Nggak Bisa Sembarangan: Negara melalui BI dan Peruri bisa menerbitkan uang, tapi nggak boleh dilakukan dalam jumlah besar karena bakal berdampak pada inflasi dan nilai mata uang turun.
- Jurus Pemerintah Bayar Utang: Kerek pajak dari berbagai sektor, Penerbitan Surat Utang Baru (refinancing), hingga hibah.
Sebelum Bahas Utang Negara, Pahamin Dulu Kenapa Sih Negara Berhutang ?
Negara berhutang bukan cuma karena “gak punya uang.” Utang biasanya diambil untuk mendanai hal-hal yang penting banget, seperti:
1. Pembangunan Infrastruktur
Misalnya, jalan tol, bandara, dan pelabuhan. Proyek-proyek ini butuh dana besar di awal, tapi hasilnya bisa mendorong ekonomi. Data dari Kementerian Keuangan menunjukkan bahwa utang Indonesia banyak digunakan untuk membangun infrastruktur strategis, seperti tol Trans-Jawa yang berdampak pada penurunan biaya logistik.
2. Pendanaan Sektor Pendidikan dan Kesehatan
Pemerintah juga butuh dana buat program seperti Kartu Indonesia Pintar (KIP) atau BPJS Kesehatan. Ini investasi buat jangka panjang biar SDM Indonesia makin kompetitif.
3. Penanggulangan Krisis Ekonomi
Waktu pandemi COVID-19, pemerintah nambah utang buat bantu ekonomi lewat program bansos, subsidi, dan pemulihan sektor usaha. Data menunjukkan, utang ini dipakai buat mencegah ekonomi Indonesia masuk ke jurang resesi lebih dalam.
Jadi, utang negara bukan sekadar buat nutupin kekurangan, tapi lebih ke investasi jangka panjang.
Utang Negara Capai Rp8.000 Triliun!😱
Kata CNBC Indonesia, utang pemerintah peninggalan Presiden Jokowi mencapai Rp8.461,93 triliun per Oktober 2024.
Sedangkan pada 8-23 November 2024, Presiden Prabowo melakukan kunjungan kerja luar negeri ke 5 negara, yaitu China, Amerika Serikat, Peru, Brazil, dan Inggris, seperti diwartakan oleh Kontan.
Setelah 16 hari di luar negeri, Presiden Prabowo pulang bawa “oleh-oleh” yaitu komitmen investasi senilai US$18,5 miliar atau sekitar Rp296,3 triliun. Rinciannya:
- US$ 10 miliar dari China,
- US$ 7 miliar dari British Petroleum,
- US$ 1,5 miliar dari beberapa perusahaan Inggris di CEO Roundtable Forum.
Hadiah tersebut patut diapresiasi, walaupun tentu masih dibutuhkan banyak dana sampai bertahun-tahun buat melunasi hutang negara tiap tahunnya.
Kenapa Gak Cetak Uang Aja ?
Kegiatan mencetak uang dilakukan oleh Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Peruri) dibawah pengawasan dan arahan langsung Bank Indonesia (BI).
Ternyata, alasannya nggak sesimpel itu.
Meskipun mencetak uang bisa jadi solusi buat pendanaan negara, langkah ini nggak bisa dilakukan sembarangan. Ada banyak hal yang harus dipertimbangkan, termasuk dampak negatifnya, seperti..
1. Muncul Utang Baru
Kalau merujuk ke Rerangka Dasar Akuntansi Berdasarkan Syariah oleh Ihda Arifin Faiz, akan ada pencatatan “kewajiban” berupa utang baru yang nggak kelihatan saat pemerintah mencetak uang.
Setiap uang yang dicetak harus ada jaminannya, seperti aset riil atau komoditas. Kalau nggak ada yang menopang, berarti negara cuma “mencetak utang” karena uang itu nggak punya nilai dasar yang nyata. Akhirnya, utang negara makin numpuk tanpa solusi.
2. Nilai Uang Turun
Pernah kebayang nggak kalau uang banyak banget beredar, tapi barang di pasar malah langka? Misalnya, semua orang ke pasar bawa uang segunung. Karena banyak yang sanggup beli, harga barang-barang jadi melambung.
Akibatnya, nilai uang malah turun karena barang yang bisa dibeli nggak sebanding sama uang yang ada.
Jadi, meskipun kamu punya uang banyak, kalau harga barang terus naik, itu sama aja bikin nilai uangmu nggak ada artinya. Kebayang, kan, gimana ribetnya?
3. Rupiah Nggak Dipercaya
Menyambung poin sebelumnya, nilai uang yang makin turun bakal dianggap nggak berguna oleh masyarakat. Kayak uang mainan yang ditebar di jalanan, nggak akan ada yang peduli.
Jika situasi tersebut terjadi, tentu berbahaya buat negara karena bisa saja ada pergantian mata uang dari Rupiah ke mata uang lain. Bahkan menggantikan Rupiah dengan alat tukar lain.
Sekarang aja Rupiah udah nyentuh angka Rp16 ribu per 1 Dollar. Bisa-bisa Rupiah makin anjlok kalo gini caranya!
4. Inflasi
Akhirnya, akan muncul inflasi. Inflasi adalah merosotnya nilai uang karena jumlah uang banyak dan cepat beredar, sehingga menyebabkan harga barang naik.
Harga barang naik karena ketika permintaan barang tinggi, tapi ketersediaannya sedikit.
Kamu bisa mengenang inflasi parah di Indonesia yang lebih dari 100% (year-on-year) pada tahun 1962-1965. Saat itu, pemerintah mencetak uang berlebihan buat mendanai proyek-proyek megah ketika pendapatan devisa jatuh dan nggak ada bantuan asing.
Situasi yang sama juga dialami Inggris dan Jerman di tahun 1900-an. Mereka mencetak uang suka-suka buat membiayai perang, tanpa ditopang ketersediaan emas.
Terus, Solusinya Apa Dong?
Negara menyiapkan alokasi anggaran dalam APBN buat pembayaran utang. Sedangkan anggaran utama buat melunasi utang berasal dari penerimaan negara, antara lain:
- Penerimaan pajak,
- Penerbitan Surat Utang Baru (refinancing),
- Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP),
- Deviden BUMN,
- Dana eksternal, seperti hibah.
Nggak heran kalau Kementerian Keuangan punya ambisi besar terkait target penerimaan pajak di tahun 2025.
Jadi, walaupun negara punya hak untuk mencetak uang, tapi ada mekanisme dan pertimbangan kompleks. Sebab, ada efek buruk kalau terlalu banyak uang yang beredar, seperti inflasi hebat dan potensi pergantian mata uang.
Cetak Uang Bukan Solusi, Efeknya Bisa Berbahaya
Jadi, kalau ada banyak uang yang dicetak sama negara bisa memicu inflasi tinggi, turunnya nilai Rupiah, dan krisis ekonomi.
Pemerintah punya strategi lain seperti peningkatan pajak dan penerimaan negara untuk membayar utang dan mendukung ekonomi. Buat bantu meningkatkan perekonomian negara, sebagai masyarakat, kita bisa mulai beralih ke produk lokal buat support UMKM. Pilih produk yang kualitasnya jempolan, nggak ecek-ecek biar tahan lama dan nggak sering ganti.
Nggak lupa, mulai investasi ke instrumen yang aman di situs yang terawasi OJK, seperti Ajaib, Bibit, Stockbit, dan Pegadaian Digital. Walaupun mulainya kecil tapi bisa jadi kaya kalau rutin. Yuk, kelola keuanganmu lebih sehat sejak sekarang bareng Tuwaga! 🚀